Cara Orang Sunda Menyambut Puasa

INILAH.COM, Bandung - Bulan suci Ramadan telah tiba. Umat Islam di berbagai belahan dunia memulai ibadah puasa pada hari yang berbeda-beda. Ada yang hari Jum'at dan ada yang Sabtu.


Di Jawa Barat juga sama. Tapi sebagian besar bermulai pada hari Sabtu, 21 Juli, sesuai dengan ketetapan pemerintah pusat.

Bagi sebagian besar Muslim Sunda, yang menjadi isu utama bukanlah kapan puasa dimulai. Namun lebih pada bagaimana menyambut bulan suci Ramadan dan bagaimana melaksanakan ibadah puasanya.

Tidak salah jika ada penulis Barat yang membuat ungkapan “Tuhan sedang tersenyum ketika menciptakan tanah Pasundan.” Bukan hanya alamnya yang elok, urang Sunda dikenal sebagai etnis yang ceria dan cinta damai.

Di tatar Sunda, datangnya bulan Ramadan disambut dengan penuh suka cita. Tidak ada tradisi yang bisa menandingi kemeriahan menyambut bulan puasa di Jawa Barat. Tengok saja tradisi munggahan – kata Sunda yang artinya sama dengan “beranjak ke tempat yang lebih tinggi”.

Masing-masing daerah punya cara berbeda dalam merayakan munggahan. Ada yang menandainya dengan kuramas (mandi) bersama-sama, botram (makan bersama), cucurak (piknik), rantangan (saling tukar makanan), dan nadran (ziarah sambil membersihkan makam). Tidak diketahui secara pasti sejak kapan kebiasaan-kebiasaan unik tersebut dimulai. Namun sejarah mencatat orang Sunda sudah memegang tradisi yang kukuh jauh sebelum agama Islam masuk.

Naskah-naskah kuno juga mengungkapkan bahwa etnis Sunda mengadopsi Islam dengan cara yang santai dan damai. Agama diajarkan kepada anak-anak dengan penuh keceriaan.

Misalnya, menghafal nama-nama nabi, rukun iman dan rukun Islam dilakukan lewat nyanyian atau lewat nadoman. Dengan metode pembelajaran yang nyantai seperti itu, anak-anak menyerap prinsip-prinsip agama secara alamiah. Dan Ramadan pun menjadi bulan yang ditunggu-tunggu.

Kini bulan yang dinantikan itu datang. Semua orang tahu Ramadan merupakan bulan ujian bagi umat Islam. Puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga. Yang tak kalah penting dari itu adalah menaklukkan segala jenis hasrat dan perilaku yang dibenci Tuhan. Puasa diwajibkan supaya umat Islam menjadi komunitas yang mampu menghancurkan tembok ego perorangan maupun kelompok.

Pertanyaannya, apakah tradisi keceriaan, kebersamaan, dan toleransi masih dimiliki orang Sunda? Pasti. Hanya saja ada sekelompok atau beberapa kelompok orang yang telah menanggalkan tradisi kesundaannya dan mulai memperkenalkan ‘kultur’ baru yang bahkan bertentangan dengan semangat Ramadan.

Kekerasan dan intoleransi –apa pun bentuknya dan apa pun dalihnya– bukanlah kultur Muslim Sunda. Inilah PR besar yang harus ditangani aparatur penegakan hukum di Jawa Barat. Bulan suci Ramadan tidak boleh dinodai anarkisme yang bisa mengganggu kekhusyukan masyarakat yang menjalankan ibadah puasa.

Tidak ada alasan bagi korps penegak hukum untuk menyerah pada tekanan dan intimidasi dari orang-orang yang hanya ingin mempertontonkan ego kelompoknya di bulan yang penuh berkah ini. Selamat menunaikan ibadah puasa.

Categories: Share





Leave a Reply